Halaman

Senin, 20 Januari 2014

Syekh Salim Bin Sumair & Habib Usman Mufti Betawi



Kehebatan Kitab Safinatun Naja
Biografi Penulis
 
Penulis kitab safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliav juga seorang politikus dan pengamat militer negara­negara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu ke­agamaan.
 
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim me­mulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah peng­awasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih basil yang baik dan prestasi yang tinggi. Beliau juga mempelajari bidang­-bidang lainnya seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. Tercatat di antara nama-nama gurunya adalah:
  1. Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
  2. Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan

Setelah mendalami berbagai ilmu agama, di hadapan para ulama dan para gurunya yang terkemuka, beliau memulai langkah dakwahnya dengan berprofesi sebagai Syekh Al Qur'an. Di desanya, pagi dan sore, tak henti-hentinya beliau mengajar para santrinya dan karena keikhlasan serta kesa­barannya, maka beliau berhasil mencetak para ulama ahli Al-Qur'an di zamannya. Beberapa tahun berikutnya para santri semakin bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar kota dan daerah-daerah yang jauh sehingga beliau merasa perlu untuk menambah bidang-bidang ilmu yang hendak diajar­kannya seperti: ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Syekh Salim telah berhasil mencetak para ulama yang terkemuka di zamannya, tercatat di antara mereka adalah:
  1. Habib Abdullah bin Toha Al-Haddar Al-Haddad.
  2. Syekh Al Faqih Ali bin Umar Baghuzah. 
Selain sebagai seorang pendidik yang hebat, Syekh Salim juga seorang pengamat politik Islam yang sangat disegani, beliau banyak memiliki gagasan dan sumbangan pemikiran yang menjembatani persatuan umat Islam dan membangkitkan mereka dari ketertinggalan. Di samping itu beliau juga banyak memberikan dorongan kepada umat Islam agar melawan para penjajah yang ingin merebut daerah-daerah Islam.
 
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang terletak di daerah Yaman agar membeli per­alatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut. Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh dengan cara­-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan me­reka, bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif kepada mereka.
 

Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat men­jadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada tahun­-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan cenderung meremehkan dan menghina, kon­disi tersebut semakin memburuk karena tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India. Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau Jakarta.
 
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakan­nya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis­majlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus diha­dapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mende­kat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisan­nya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang menarik terhadap tokoh kita ini.
 

Dalam beberapa alenia dia menceritakan per­bedaan pandangan dan pendirian yang terjadi antara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Sayyid Usman bin Yah_ya sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha menjern­batani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
 
Oleh karena itu, beliau mem­berikan fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Entah bagaimana penye­lesaian yang terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim bin Sumair yang sangat anti de­ngan pemerintahan yang dholim, apalagi para penjajah dari kaum kuffar.
 
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an. Salah satu temannya yaitu Syekh Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan: "Aku pernah melihat dan mendengar Syekh Salim menghatamkan Al Qur'an hanya dalam keadaan Thawaf di Ka'bah". Syekh Salim meninggal dunia di Batavia pada tahun 1271 H (1855 M).
 
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab Safinah yaitu kitab yang sudah kita terjemahkan ini. Al-Fawaid AI-Jaliyyah. Sebuah kitab yang mengecam sistem perbankan konfensional dalam kaca mata syari'at
 
Sekilas Tentang Kitab Safinah
 

Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tu­hannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sa­ngatlah besar manfaatnya. Di setiap kampung, kota dan negara hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkan­nya, baik secara individu maupun kolektif. Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri maupun para ulama sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama.Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:
  • Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara ter­padu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar­dasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.
  • Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki ke­mauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.
  • Kitab ini ditulis oleh seorang ulama yang terkemuka dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, terutama fiqh dan tasawwuf. Yang sangat menarik, orang lebih menge­nal nama kitabnya dari pada nama penulisnya. Hal yang demikian itu mungkin saja berkat keikhlasan dan ke­tulusan penulis.
  • Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama bagi para pemula. Di Hadramaut Yaman, Madinah, Mekkah dan kota lainnya,para ulama me
  • Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi ke­butuhan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu untuk mempelajari­nya.

  • Kitab Safinah ini dengan izin Allah SWT. dan atas kehendak-Nya telah tersebar secara luas di kalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut Madzhab Imam Syafi'i ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab maupun Ajam seperti Yaman, Mekkah, Madinah, Jeddah, Somalia, Ethiopia, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai belahan negara-negara Afrika.Namun demikian perhatian yang paling besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu, yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara lainnya.
  • Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan lainnya.
Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah berkhidmah (mengabdi) kepada kitab Safinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka masing-masing. Banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku pen­jelasan) kitab Safinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:
  1. Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan dengan syarah kitab safinah). Kitab syarah ini adalah yang terbesar dan terluas dari yang lainnya, dipenuhi dengan masalah-masalah fiqih yang pokok dan mendasar. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama dari Jawa Barat yaitu Syekh Nawawi Banten. Beliau dilahirkan pada tahun 1230 H (1815M) dan berangkat ke Mekkah untuk mencari ilmu ketika masih kecil. Setelah mendalami ilmu agama, di kota suci Mekkah, beliau juga belajar dari para ulama di kota suci Madinah, Syiria, dan Mesir. Beliau mengajar di Masjidil Haram Mekkah selama puluhan tahun sampai meninggal dunia pada tahun 1314 H (1897 M)

  2. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (Permata yang mahal dalam keterangan safinah). Kitab ini sangat penting untuk dimiliki oleh para pecinta ilmu, karena dilengkapi dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al­Qur'an dan Hadis Nabsaw. Kitab ini ditulis oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Hadrawi, seorang ulama dari Mekkah. Kitab ini ditulis pada awalnya di kota Musowwi' Ethiopia, atas petunjuk gurunya yaitu Syekh Muhammad Asy-Syadzili Maroko dan diselesai­kan di kota Thaif. Penulis syarah ini dilahirkan di Iskandariah Mesir pada tahun 1252 H (1837 M) dan me­ninggal dunia di Mekkah pada tahun 1327 H (1909 M).
  3. Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Naja (Meraih harapan dengan syarah safinah), Syarah ini sangat dipenuhi de­ngan ilmu, hampir menjadi kebutuhan setiap pengajar yang akan menerangkan kitab Safinah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar dari Hadramaut Yaman, yaitu Sayyid Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syatiri. Beliali dilahirkan di kota Tarim Hadramaut pada tahun 1312 H (1895 M), dan di sana pula beliau mempelajari ilmu agama sehingga tumbuh berkembang menjadi ulama yang terkemuka. Beliau sangat dicintai gurunya yaitu Syaikhul Islam, Sayyid Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, ulama besar di zamannya. Penulis syarah in' meninggal dunia pada usia yang masih muda, yaitu sebelum beliau berumur 50 tahun.
  4. Kitab Nasiimul Hayah Syarah Safinall Najah. Syarah ini hampir sama dengan syarah yang ditulis oleh Syekh Nawawi Banten, tetapi memiliki tambahan dengan ba­nyaknya dalil dan perincian yang teliti. Kitab ini ditulis oleh Syekh Al-Faqih Al-Qodhi Abdullah bin Awad bin Mubarok Bukair, seorang ulama kenamaan yang ahli dalam bidang fiqih di Hadramaut Yaman. Beliau di­lahirkan di desa Ghail Bawazir tahun 1314 H (1897 M). Sejak kecil beliau sangat gemar mendalami ilmu syari'at dari berbagai ulama di antaranya adalah Al-Imam Habib All bin Muhammad Al-Habsyi, Syekh Umar bin Mubarok Badubbah, Syekh Umar bin Salim Bawazir dan lain-lain. Setelah tersebar keilmuannya, beliau menjadi qodhi di Mukalla sejak tahun 1351 H (1933 M) sampai tahun 1386 H (1967 M). Syekh Abdullah meninggal dunia pada tahun 1399 H (1979 M) di kota Mukalla setelah memberikan pengabdiannya yang tulus kepada umat Islam

  5. Kitab Innarotut tDuja Bitanlwiril Hija Syarah Safinah Naja. Salah satu syarah yang sangat otentik dan terpercaya karena dipenLthi dengan argumentasi dari Al-Qur'an dan had's. Yang unik, syarah ini ditulis oleh salah satu ulama dari Madzhab Maliki yaitu Syekh Muhammad bin Ali bin Husein Al-Maliki, seorang ulama yang sangat ahli dalam berbagai ilmu agama, Beliau juga sangat ter­pandang dalam bidang ilmu bahasa dan sastra Arab. Beliau dilahirkan di Mekkah tahun 1287 H 0 870 M) dan meninggal dunia tahun 1368 H (1949 M). Puncak kemasyhurannya adalah ketika beliau diangkat sebagai Mufti Madzhab Maliki di kota suci Mekkah A1-Mu­karromah. Tokoh kita ini juga sangat produktif, koleksi karyanya lebih dari 30 kitab, di antaranya adalah syarah safinah tersebut.
Dari kalangan para ulama ada pula yang tertarik men­jadikan kitab safinah ini dalam bentuk syair-syair yang di­gubah dengan mudah dan indah, tercatat di antara nama-nama mereka adalah:
  1. Sayyid Habib Abdullah bin All bin Hasan AI-Haddad.
  2. Sayyid Habib Muhammad bin Ahmad bin Alawy Ba~agil.
  3. Kyai Syekh Shiddiq bin Abdullah, Lasem.
  4. Syekh Muharnrnad bin All Zakin Bahanan.
  5. Sayyid Habib Ahmad Masyhur bin Thoha Al-Haddad.
Dari tulisan di atas, kiranya kita telah mampu memahami betapa penting kitab safinah ini, untuk menjadi pijakan bag] para pemula dalam mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu safinah yang berarti "perahu" dia akan me­nyelamatkan para pecintanya dari gelombang kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT. Amin.
 
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan




Habib Usman bin Yahya ( Mufti Batavia / Betawi )
HABIB Usman bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H atau 1822 M. Ayahnya adalah Abdullah bin Aqil bin Syech bin Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri. Beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, tetapi kemudian bermukim di sana selama 7 tahun dengan maksud memperdalam ilmunya. Guru utama beliau adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketika berada di Mekah beliau belajar/berguru pada sayyid Ahmad Zaini Dahlan ( Mufti Mekah ). Pada tahun 1848 beliau berangkat pula ke Hadramaut untuk balajar pada guru-gurunya :
 
1.Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir
2.Habib Abdullah bin Umar bin Yahya
3.Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri
4.Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.

Dari Hadramaut beliau berangkat pula ke Mesir dan belajar di Kairo walaupun hanya untuk 8 bulan. Kemudian meneruskan perjalanan lagi ke Tunis ( berguru pada Syekh Abdullah Basya ), Aljazair ( belajar pada Syekh Abdurahman Al-Magribhi ), Istanbul, Persia dan Syiria. Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu beliau kembali ke Hadramaut.

Pada tahun 1862 M./1279 H. kembali ke Batavia dan menetap di Batavia hingga wafat pada tahun 1331 H./1913 M. Habib Usman diangkat menjadi Mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab ( 1899 – 1914 ) di kantor Voor Inlandsche Zaken. Sebagai seorang Ulama, Habib Usman ini sangat produktif mengarang buku. Walaupun buku-buku karangannya pendek-pendek, sekitar 20 halaman saja, tetapi banyak mengenai pertanyaan yang sering timbul dalam masyarakat Muslim tentang syariat Islam. Beberapa buku karangannya, yaitu : Taudhih Al-Adillati ‘ala Syuruthi Al-Abillah, Al-Qawanin Asy-Syar’iyah li Ahl Al-Majalisi Al-Hukmiyah wal Iftaiyah , Ta’bir Aqwa ‘adillah, Jam Al-Fawaid, Sifat Dua Puluh, Irsyad Al-Anam, Zahr Al-Basyim,Ishlah Al-Hal, Al-Tuhfat Al-Wardiah, Silsilah Alawiyah, Al-Thariq Al-Shahihah, Taudhih Al-Adillah , Masalik Al-Akhyar, Sa’adat Al-Anam, Nafais Al-Ihlah, , Kitab Al-Faraid, , Saguna Sakaya, Muthala’ah, Soal Jawab Agama, Tujuh Faedah, Al-Nashidat Al-Aniqah, Khutbah Nikah, Al-Qu’an Wa Al-Dua, Ringkasan Ilmu Adat Istiadat, Ringkasan seni membaca Al-Qur’an, Membahasa Al-Qur’an dan Kesalahan Dalam Berdo’a, , Perhiasan, Ringkasan Unsur-unsur Do’a, Ringkasan Tata Bahasa Arab, Al-Silisilah Al-Nabawiyah, Atlas Arabi, Gambar Mekah dan Madinah, Ringkasan Seni Menentukan Waktu Sah Untuk Shalat, Ilmu kalam, Hukum Perkawinan, Ringkasan Hukum Pengunduran Diri Istri Secara Sah, Ringkasan Undang-Undang Saudara Susu, Buku Pelajaran Bahasa dan Ukuran Buku, Adab Al-Insan, Kamus Arab Melayu, Cempaka Mulia, Risalah Dua Ilmu, Bab Al-Minan, Hadits Keluarga, Khawariq Al-Adat, Kitab Al-Manasik dan Ilmu Falak.

Dalam bukunya Risalah Dua Ilmu beliau membagi Ulama menjadi 2 macam yaitu Ulama Dunia dan Ulama Akhirat. Ulama dunia itu tidak Ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh, sedangkan Ulama akhirat adalah orang yang ikhlas, tawadhu’, yang berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, lillahi ta’ala, hanya mencari Ridho Allah semata.


Anggapan orang bahwa Habib Usman seorang yang anti tarekat adalah tidak benar, sebab beliau belajar tasawuf dan Ilmu Tarekat di Hadramaut dan Mekah. Kalau Memang Habib Usman menentang itu, tentulah tarekat yang menyimpang dari Agama. Habib Usman belajar ke Mesir, Tunis, Aljazair, Yordania dan Turki, selain ke Mekah dan Hadramaut. Karena itu kalau dikatakan bahwa beliau berpakaian modern itu bisa diterima karena banyak pergaulannya. Karena ilmunya yang luas maka diangkatlah beliau menjadi mufti Betawi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sumber dari buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi – Idrus Alwi Almasyhur

SAIYID Utsman Betawi seorang mufti di dunia Melayu yang paling banyak dipercakapkan orang. Realiti tersebut tidak dapat kita nafikan kerana memang banyak sebab orang bercakap mengenainya, sama ada orang yang suka mahu pun yang kontroversi. Setiap langkah kebijaksanaan seseorang ulama atau tokoh besar memang demikianlah yang akan berlaku.

Nama lengkap beliau ialah Saiyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya al-Alawi, yang dipopularkan dengan "Habib Utsman Mufti Batawi". Lahir di Pekojan Betawi (Jakarta), 17 Rabiulawal 1238 Hijrah/2 Disember 1822 Masihi. Ibunya bernama Aminah anak Syeikh Abdur Rahman al-Mashri. Saiyid Utsman termasuk seorang ulama keturunan Nabi Muhammad s.a.w, masih asli darah Arab mengalir ditubuhnya. Beliau adalah sahabat ulama besar yang terkenal, ialah Saiyid Yusuf an-Nabhani, Mufti di Beirut.
Karangan Saiyid Utsman sangat banyak berbentuk naskhah, risalah-risalah dan kitab kecil. Kitab yang tebal kurang diketahui, namun keseluruhan karyanya, berjumlah 109 buah. Selain aktiviti mengarang, beliau adalah mufti di Betawi, di samping itu, di bidang bisnes Saiyid Utsman membuka perusahaan cetak sendiri. Dalam memutuskan sesuatu hukum Saiyid Utsman sangat tegas sekali, tanpa pandang siapapun sehingga mungkin kurang mendapat tempat dalam perkembangan kebudayaan asli di dunia Melayu, jika kebudayaan itu bertentangan dengan hukum-hukum syarak. Ini dapat dibuktikan daripada beberapa karya beliau.


Hampir semua ulama asli Jakarta yang ada sekarang merupakan pertalian daripada Saiyid Utsman turun ke murid, tidak ubah seumpama Syeikh Abdul Azhim dengan ulama-ulama Madura, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau dengan ulama-ulama Minangkabau; Tok Kenali dengan ulama-ulama Malaysia dan lain-lain seumpama mereka.

Kelicikan seorang Belanda, Snouck Hurgronje kepada Saiyid Utsman mengakibatkan melunturkan namanya di kalangan ahli gerakan nasional Indonesia. Kekeliruannya dalam bidang politik, seolah-olah ia telah tertipu dengan berbagai-bagai pujuk rayu daripada sarjana Belanda itu. Tentang ini tidak saya ceritakan dalam artikel ini, kerana telah diriwayatkan oleh Mr. Hamid Alqadri dalam bukunya, C. Snouck Hurgronje Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab, diterbitkan oleh Sinar Harapan, cetakan pertama 1984.

Walau bagaimanapun, Saiyid Utsman tetap termasuk salah seorang yang dicurigai Belanda. Deliar Noer menulis, "Sedang Saiyid Utsman bin Yahya al-Alawi, yang disebut sebagai "seorang Arab yang berserikat dengan pemerintahan Hindia Belanda" dan yang menafsirkan perang jihad semata-mata sebagai peperangan melawan "nafsu-nafsu jahat". Jadi bukan perang fizik terhadap orang kafir, tidak mendapat kepercayaan penuh daripada kalangan Belanda. Ketika ia berdoa untuk keselamatan Ratu Belanda pada 1898, ia dituduh "mengelabui mata orang-orang Eropah dengan perbuatannya itu." (Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP 3ES, 1997, hlm. 2).


Saya meragui tulisan Chaidar, "... terjadilah di sana yang agak meruncing di antara Syeikh Nawawi al-Bantani (ketika itu masih kanak-kanak) dengan Siayid Utsman al-Alawi." (Sejarah Pujangga Islam Syeikh Nawawi Al-Bantani, CV. Sarana Utama, 1978, hlm..60). "... bahawa ketika peristiwa itu terjadi Syeikh Nawawi al-Bantani belum dewasa lagi." (hlm. 62). Padahal Syeikh Nawawi al-Bantani lebih tua lapan tahun daripada Sayid Utsman al-Batawi. Syeikh Nawawi al-Bantani lahir tahun 1230 Hijrah, wafat 1314 Hijrah. Sedangkan Saiyid Utsman al-Batawi lahir 17 Rabiulawal 1238 Hijrah/2 Disember 1822 Masihi, wafat tahun 1333 Hijrah.
Saiyid Utsman al-Batawi ketika hidup seringkali mengadakan komunikasi melalui surat-menyurat dengan Saiyid Yusuf an-Nabhani di Beirut. Saiyid Utsman al-Batawi sependapat dalam berbagai-bagai jalan pemikiran dengan ulama Beirut yang terkenal itu, sama- sama bermazhab Syafie dan sama-sama menentang pemikiran Syeikh Muhammad Abduh dan Saiyid Rasyid Ridha, ulama pembaharuan yang muncul di Mesir itu.
Atas pengakuan Saiyid Utsman al-Batawi sendiri, bahawa beliau pernah belajar kepada ulama-ulama di Mekah iaitu; Syeikh Ahmad ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Saiyid Muhammad bin Husein al-Habsyi dan Syeikh Rahmatullah. Di Hadhramaut, beliau belajar kepada Saiyid Abdullah bin Husein bin Thahir, Saiyid Abdullah bin Umar bin Yahya, Saiyid Hasan al-Bahr dan lain-lain. Di Tunisia, beliau belajar kepada Syarif Muhammad bin Abdul Jawad al-Qabisi.

PENULISAN
Karya-karyanya ditulis dalam bahasa Arab, Melayu Jakarta, Jawa dan Sunda. Di antara yang dapat disenaraikan ialah;


1. Jawazu Ta'addudil Jumu'ah, ditulis tahun 1286 H.
2. Manhaj al-Istiqamah fi ad-Dini bi as-Salamah, selesai pada 5 Zulkaedah 1307 H/1890 H.
3. Mazil al-Auham wa at-Taraddud fi Amri Shalah al-Jumu'ah Ta'addud, ditulis tahun 1312 H.
4. Taftih al-Maqallatain wa Tabyin al-Mufsidin al-Makhba-ataini fi ar-Risalah al-Ma'mati bi Shulhi al-Juma'ataini, ditulis tahun 1313 H.
5. Al-Qawanin asy-Syar'iyah, ditulis tahun 1317 H.
6. Perhiasan Bagus.
7. Shifat Dua puluh.
8. Samth asy-Syuzur wa al-Jawahir fi Hilli Takhshish an-Nuzur li as-Sadah.
9. Kitab al-Faraidh.
10. Hadits Keluarga.
11. Maslak al-Akhyar.
12. Abadul Insan.
13. Iqazhuniyah fi ma Yata'allaqu bi Lahillah wa Shiyam.
14. Az-Zahrul Basim.
15. I'anah al-Mustarsyidin.
16. Thariq as-Salamah.
17. Salam al-Muslimin.
18. Terjemah Hukum Islam.
19. Sa'adah al-Anam.
20. Tamyiz al-Haq.
21. Perihal Hukum Azan.
22. Irsyad al-Anam.
23. Taftih al-'Uyun.
24. Miftah as-Sa'adah.
25. Tafsir Surah Kahfi.
26. As-Silsalah an-Nabawiyah.
27. Qamus Tiga Bahasa.
28. Qamus Kecil.
29. Hukum Gambar.
30. Hikam ar-Rahman.
31. Hadits Empat Puluh.
32. Bab al-Minan.
33. Mukhtashar al-Qamus.
34. Tujuh Faidah.
35. Dan lain-lain.

BAHASAN
Menurut riwayat, seluruh karangan Sayid Utsman berjumlah 109 judul besar dan kecil, tetapi yang terbanyak merupakan risalah-risalah kecil. Bahasan tentang karya beliau dituangkan di sini sekadarnya sahaja iaitu, yang dianggap perlu dan penting-penting saja. Terjadi peristiwa sedikit pertikaian faham antara
Saiyid Utsman Betawi dengan Syeikh Ahmad Khatihb bin Abdul Lathif al-Minankabawi, pada beberapa aspek hukum mengenai solat Jumaat. Ada beberapa kitab karya kedua-duanya, yang bercorak "polemik" yang memakan waktu agak lama.


Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabau diperkirakan umurnya jauh lebih muda dari Saiyid Utsman Betawi. Salah satu bukti bahawa Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau jauh lebih muda daripada Saiyid Utsman Betawi bahawa dalam tahun 1286 Hijrah Saiyid Utsman Betawi telah mengarang kitab, Jawazu Ta'addudi Juma'atain, Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau waktu itu, baru berusia 10 tahun saja (beliau lahir pada 1276 Hijrah).

Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau menyusun sebuah kitab berjudul, Shulhul Juma'atain bi Jawazi Ta'addudil Juma'atain yang merupakan suatu penjelasan atas beberapa kesamaran sebuah kitab Saiyid Utsman Betawi yang ditulis pada 1312 Hijrah. Tulisan Syeikh Ahamad Khatib Minangkabau itu sebahagian sependapat dengan tulisan Saiyid Utsman Betawi dan di antaranya ada yang berlawanan. Tulisan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau itu mengundang kemarahan Saiyid Utsman Betawi sehingga beliau menyusun kitab berjudul, Taftih al-Maqalatain wa Tabyin al-Mufasidatain (ditulis pada 1313 Hijrah). Untuk menyanggah kitab Saiyid Utsman Betawi itu, Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau menyusun kitab berjudul, Istbat az-Zain li Shulhil Juma'atain bi Jawazi Ta'addud al-Jumu'atain fi Raddi 'alal Kitabil Musamma Taftih al-Maqalatain (ditulis pada 1313 Hijrah). Kitab-kitab polemik kedua-dua ulama besar dunia Melayu itu ditulis dengan bahasa Arab.


Sebenarnya sebelum terjadi peristiwa tersebut telah terjadi terlebih dahulu pertikaian di antara Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau dengan "Al-'Allamah Syeikh Salim bin Samir al-Hadhrami" sahabat Saiyid Utsman Betawi. Saiyid Utsman Betawi menyebut bahawa, karya beliau telah disambut dan diakui oleh beberapa ulama besar yang terkenal,iaitu selain Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Junaid Betawi terdapat nama-nama Syeikh Muhammad Sa'id Ba Bashail, Mufti Syafi'iyah di Mekah, Saiyid Ahmad bin Zainal Dahlan Mufti Syafi'iyah Mekah, Saiyid al-Allamah Abdur Rahman bin Muhammad al-Masyhur, penyusun kitab fikah terkenal berjudul, Bughyatul Mustarsyidin, pujiannya atas kitab Saiyid Utsman Betawi judul, I'ahatul Mustarsyidin dan al-'Allamah as-Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi. Satu fenomena yang aneh, kerana semua ulama yang membenarkan karangan Saiyid Utsman Betawi adalah para guru Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau.

Karya
Dalam karyanya berjudul, a-Qawanin asy-Syar'iyah li Ahli al-Majalis al-Hukmiyah wa al-Iftaiyah (ditulis pada 1317 Hijrah) banyak juga perkara yang belum pernah dibahas oleh ulama dunia Melayu sebelumnya. Di- antaranya, Saiyid Utsman Betawi mengemukakan pedoman untuk memilih perkara-perkara 'yang muktamad dan 'yang tidak muktamad' menurut Mazhab Syafie,
contohnya:
1. Qaul (pendapat, pen:) yang muktamad dalam Mazhab Syafie, iaitu yang dii'timadkan (diperpegangi) oleh Imam an-Nawawi dan Imam ar-Rafie.
2. Jika kedua-duanya bertikai, maka yang muktamad ialah pendapat Imam an-Nawawi.
3. Jika ada qaul yang disebut oleh salah seorang daripada kedua-duanya, maka itu juga dihitung muktamad.
4. Jika tidak terdapat qaul daripada kedua-duanya, maka yang muktamad ialah mengikut 'Ahli at-Tarjih'.
5. Jika bertentangan satu sama lain yang dikarang oleh Imam Nawawi sendiri, maka yang muktamad adalah yang dikarang terkemudiannya. Sebagaimana tertib satu-satunya Tahqiq, Majmu', Tanqih, Raudhah Minhaj dan lain-lain.


Demikian pula didahulukan qaul yang mufakat pada banyak kitabnya atas yang mufakat pada yang sedikit. Dan didahulukan qaul yang tersebut di 'Bab'nya atas yang tersebut pada bukan 'Bab'nya. 6. Sekalian qaul muktamad Imam Nawawi dan Imam Rafie, iaitu yang dii'timadkan oleh Syeikh Ibnu Hajar di dalam Tuhfah dan Syeikh ar-Ramli di dalam Nihayah. Tuhfah dan Nihayah dipandang yang paling muktamad daripada lainnya. 7. Jika bersalahan kitab Ibnu Hajar sendiri, maka didahulukan Tuhfah, kemudian Fath al-Jawad, kemudian al-Imdad, kemudian, Fatawa, dan seterusnya kitab-kitab yang lain. Pada fasal yang kelima al-Qawanin asy-Syar'iyah, Saiyid Utsman Betawi memperkenalkan aturan mengenal susunan-susunan Minhaj dan Tuhfah.













































&

2 komentar:

  1. ahsantum akhy... bagus sekali tulisannya....
    saya saat ini sedang mengkaji kitab safinatun najah... doakan semoga sukses
    semoga Allah memberi keberkahan pada antum...

    BalasHapus
  2. Habib Ustman bin yahya mufti betawi ulama besar berkaliber dunia dan juga seorang wali qutub..

    BalasHapus